Resume Buku : Mahasiswa Teknik Perlu Berpikir Lagi
Karya : Ilhamsyah Muhammad Nurdin
Penerbit : Gama Pustaka, Cetakan II 2023
Di zaman ketika teknologi berkembang begitu cepat hingga kadang kita tak sempat berkedip untuk memahaminya, mahasiswa teknik berada di garda depan perubahan. Mereka bukan sekadar mahasiswa yang berkutat dengan persamaan rumit, rancangan jembatan, atau kode program. Mereka adalah calon insinyur yang akan memegang kendali atas mesin-mesin raksasa, jaringan digital, dan infrastruktur yang menopang kehidupan modern. Tapi pertanyaannya: untuk siapa semua ini akan mereka bangun?
Buku Mahasiswa Teknik Perlu Berpikir Lagi karya Ilhamsyah Muhammad Nurdin hadir sebagai alarm sekaligus peta jalan bagi mahasiswa teknik bahkan mahasiswa dari jurusan lain untuk berhenti sejenak, merenung, dan melihat ke depan dengan pandangan yang lebih luas.
Membaca Akar Perubahan: Sejarah Revolusi Industri
Bab awal buku ini membawa kita kembali ke sejarah panjang revolusi industri. Penulis mengurai bagaimana dunia berpindah dari Revolusi 1.0 dengan mesin uap, Revolusi 2.0 dengan listrik dan produksi massal, Revolusi 3.0 dengan otomatisasi berbasis komputer, hingga Revolusi 4.0 yang kita jalani sekarang yaitu era kecerdasan buatan, internet of things, blockchain, dan bioteknologi.
Penjelasan ini bukan sekadar pelajaran sejarah; ia adalah pengingat bahwa setiap lompatan teknologi membawa konsekuensi sosial, ekonomi, bahkan politik. Dari pengangguran massal di Revolusi 1.0 hingga tantangan etika AI di Revolusi 4.0, mahasiswa teknik diajak memahami bahwa teknologi tidak netral, ia bisa menjadi alat pembebasan, atau senjata penindasan, tergantung pada siapa yang mengendalikannya.
Siapa Itu Mahasiswa Teknik? Lebih dari Sekadar Anak Fakultas
Penulis lalu mengajak kita mengenal “siapa” mahasiswa teknik, tidak hanya dari nama jurusan tetapi dari identitas dan kebiasaan yang melekat. Dari Teknik Elektro yang akrab dengan kabel dan solder, Teknik Mesin yang berpeluh di bengkel, Teknik Kimia yang bermain dengan zat berbahaya, hingga Teknik Informatika yang ditemani laptop dan kode.
Ada 13 jurusan teknik yang dibedah dengan detail, masing-masing dengan tantangan, karakter, dan peluangnya. Tetapi di balik perbedaan itu, ada satu pertanyaan mendasar: Apakah keilmuan ini akan dipakai untuk memperkaya segelintir orang atau untuk menyejahterakan masyarakat luas?
Penulis tidak memaksa jawaban, tetapi mengajak mahasiswa untuk menimbangnya sejak dini. Karena pilihan ini akan menentukan arah karier dan bahkan warisan yang mereka tinggalkan.
Dunia Mahasiswa Teknik: Padat, Penuh Tekanan, Tapi Penuh Peluang
Potret kehidupan mahasiswa teknik yang diuraikan di buku ini terasa hidup dan jujur. Begadang demi laporan praktikum, jarang mandi atau cukur karena dikejar deadline, penampilan sederhana dengan wearpack atau jaket jurusan, hingga reaksi heboh ketika ada mahasiswi baru di fakultas yang didominasi laki-laki.
Namun, penulis mengingatkan bahwa dunia kampus tidak hanya soal mengejar nilai akademis. Organisasi, forum diskusi, kegiatan sosial, dan jejaring lintas disiplin adalah ruang belajar yang sama pentingnya. Dunia teknik yang keras dan padat jadwal bukan alasan untuk menutup diri dari realitas sosial. Sebaliknya, mahasiswa teknik harus membawa identitas “cendekia” ke tengah masyarakat, menjadi analisis hidup atas persoalan yang ada.
Lulusan Teknik: Dari Istana Presiden Hingga Panggung Musik
Salah satu bagian paling inspiratif dari buku ini adalah daftar panjang lulusan teknik yang sukses di berbagai bidang. Dari tokoh nasional seperti Ir. Soekarno, B.J. Habibie, Ridwan Kamil, hingga figur publik seperti Nicholas Saputra, Tulus, dan Merry Riana. Ada yang menjadi presiden, menteri, gubernur, pengusaha besar, seniman, bahkan presenter kuliner.
Daftar ini menunjukkan bahwa latar belakang teknik bukan penjara yang membatasi jalur karier. Justru, keterampilan analitis, disiplin berpikir, dan daya problem solving yang diasah di kampus teknik menjadi modal berharga di bidang apa pun. Tetapi sekali lagi, penulis menggarisbawahi: keberhasilan sejati bukan hanya soal pencapaian pribadi, melainkan sejauh mana kita membawa manfaat bagi banyak orang.
Dunia Kerja: Antara Gaji Tinggi dan Tanggung Jawab Moral
Industri di seluruh dunia, dari Australia hingga Amerika Serikat, menawarkan gaji tinggi bagi lulusan teknik. Angkanya menggiurkan, fasilitasnya memanjakan. Tak heran banyak calon mahasiswa memandang teknik sebagai “jalan cepat” menuju kemapanan.
Namun, penulis mengingatkan adanya dilema moral: bekerja di perusahaan yang sekadar mengeruk sumber daya demi keuntungan segelintir orang, atau di tempat yang benar-benar memberi manfaat pada masyarakat luas. Ia juga membuka wawasan bahwa peluang kerja lulusan teknik tidak hanya di jalur tradisional. HRD, logistik, sales engineer, akademisi, pengusaha, konsultan, hingga technical writer adalah jalur-jalur alternatif yang bisa ditempuh.
Apapun pilihannya, prinsip kebermanfaatan harus menjadi kompas utama.
Tantangan dan Masa Depan: Menyongsong Revolusi 5.0
Revolusi 4.0 yang kita jalani kini hanyalah transisi menuju Revolusi 5.0, di mana integrasi manusia dan teknologi akan semakin dalam. Artificial intelligence, robot pintar, neuroteknologi, dan digitalisasi total akan mengubah wajah pekerjaan. Laporan WEF memprediksi sebagian besar pekerjaan yang ada sekarang akan hilang dalam dekade mendatang.
Bagi lulusan teknik, ancaman ini sekaligus peluang. Mereka bisa tergilas jika hanya mengandalkan keterampilan teknis yang mudah diotomatisasi. Tetapi mereka akan melesat jika membekali diri dengan sepuluh keterampilan inti abad 21: pemecahan masalah kompleks, berpikir kritis, kreativitas, kecerdasan emosional, koordinasi, manajemen SDM, pengambilan keputusan, orientasi pelayanan, negosiasi, dan fleksibilitas kognitif.
Penulis memberi resep sederhana: mulai dari menganalisis kekuatan dan kelemahan diri, memperkaya pengetahuan, membangun jejaring, hingga mengasah daya juang. Semua ini adalah bekal untuk tetap relevan dan bermanfaat di masa depan.
Filsafat sebagai Solusi: Menyatukan Teknologi dan Kemanusiaan
Bagian yang membedakan buku ini dari sekadar panduan karier adalah tawaran filsafat sebagai solusi. Penulis percaya bahwa mahasiswa teknik harus lebih dari sekadar “pengguna rumus” atau “perakit mesin”. Mereka harus mampu berpikir mendalam tentang tujuan, nilai, dan konsekuensi dari karya mereka.
Teknologi hanyalah alat. Tanpa kesadaran etis, ia bisa membawa bencana. Dengan kesadaran itu, ia bisa menjadi jalan pembebasan. Filsafat membantu melihat teknologi bukan hanya dari sisi “bisa dibuat” tapi “perlukah dibuat” dan “untuk siapa dibuat”.
Panggilan Terakhir: Berpikirlah, Berefleksilah, Merenunglah
Di halaman penutup, Ilhamsyah Muhammad Nurdin menegaskan kembali seruannya: Berpikirlah, berefleksilah, dan merenunglah! Mahasiswa teknik dan semua mahasiswa harus berani keluar dari zona nyaman, memandang dunia dengan kritis, dan mengambil peran sebagai pembentuk masa depan, bukan sekadar penumpang arus teknologi.
Karena dunia ini tidak hanya butuh insinyur yang andal, tapi manusia yang peduli, bertanggung jawab, dan mau berdiri di sisi yang benar ketika pilihan sulit harus diambil.
Kenapa Buku Ini Penting untuk Dibaca Hari Ini?
Pertama, Relevan untuk Semua Jurusan. Meski fokus pada mahasiswa teknik, pesan moralnya universal.
Kedua, Menggabungkan Ilmu & Nilai. Tidak hanya bicara keterampilan teknis, tapi juga etika dan kemanusiaan.
Ketiga, Inspiratif & Realistis. Menunjukkan potret nyata kehidupan mahasiswa, lengkap dengan peluang dan tantangannya.
Keempat, Berorientasi Masa Depan. Mengajarkan cara bertahan dan berkembang di era disrupsi.
Buku ini adalah teman duduk yang memaksa kita berpikir ulang, bukan hanya tentang masa depan pekerjaan, tapi masa depan kemanusiaan.