Oleh: Abdul Mikat Ipaenin
Pandurakyat.id – Pertikaian antara Negeri Sawai dan Desa Masihulan yang terjadi pada tanggal 3 April 2025 sekitar pukul 09.30 WIB, sebenarnya memiliki rangkaian kejadian yang dimulai beberapa hari sebelumnya. Pada tanggal 31 Maret 2025, sekitar pukul 02.00 dini hari, dua pria warga Desa Masihulan mengendarai sepeda motor memasuki wilayah Negeri Sawai.
Mereka dicegat oleh warga Sawai karena kedatangannya dianggap mencurigakan. Setelah ditanya, kedua pria tersebut menjelaskan bahwa mereka sedang mencari agen BRI Link, namun dalam keadaan dipengaruhi minuman keras (miras). Warga kemudian meminta mereka segera kembali ke desa asal, dan kedua pria itu pun pulang.
Keesokan paginya, pada pukul 08.30 WIB, dua sepeda motor yang dikendarai oleh dua pria dari Dusun Rumaolat melintasi Negeri Sawai. Salah satunya membonceng istri dan anak berusia sekitar tiga tahun, sedangkan satu lagi membonceng anak berusia sekitar enam tahun. Mereka dicegat oleh warga Negeri Sawai di kawasan Rohon.
Ketika ditanya tujuan mereka, kedua pria itu mengatakan bahwa mereka ingin membeli Pertalite. Namun, terjadi perdebatan singkat yang berujung pada tindakan penamparan oleh salah satu warga Sawai terhadap salah satu pria Rumaolat, disertai pengusiran agar mereka segera kembali.
Merasa tidak terima, warga Dusun Rumaolat kemudian melakukan pemalangan jalan utama menuju Desa Olong. Tidak lama setelah insiden penamparan itu, pihak kepolisian dan TNI tiba di Negeri Sawai sekitar pukul 12.30 WIB untuk menangani situasi. Namun, tindakan aparat penegak hukum dinilai belum membuahkan hasil yang memuaskan bagi warga Rumaolat. Akibatnya, pemalangan jalan utama tetap dilakukan selama tiga hari, sejak tanggal 31 Maret hingga 3 April 2025.
Tindakan pemalangan jalan tersebut berdampak besar terhadap mobilitas masyarakat. Warga dari berbagai negeri dan desa di wilayah Teluk Dalam, Seram Utara tidak dapat mengakses Desa Olong, begitu pula sebaliknya. Kondisi ini memicu keresahan dan ketidakpuasan, terutama bagi warga Negeri Sawai dan Desa Olong, terlebih karena situasi itu terjadi saat suasana Lebaran Idulfitri, di mana banyak warga tengah melakukan aktivitas penting.
Puncak ketegangan terjadi pada tanggal 3 April 2025, sekitar pukul 09.30 WIB, ketika warga Dusun Rumaolat kembali melakukan pemalangan jalan dengan menebang pohon di wilayah Negeri Sawai, sekitar 500 meter dari gapura “Selamat Datang di Negeri Sawai.” Warga Sawai yang mengetahui hal tersebut berinisiatif mendatangi lokasi pemalangan dengan tujuan membuka kembali akses jalan. Namun, mereka dihadang oleh dua anggota TNI dan Polri yang mengingatkan agar tidak melintasi lokasi tersebut demi keselamatan.
Meskipun telah diimbau oleh aparat, warga Sawai tetap bersikukuh untuk membuka jalan agar aktivitas masyarakat tidak terganggu. Saat aparat keamanan sedang melakukan koordinasi dan meninggalkan lokasi, warga Sawai bergerak membuka jalan, namun tiba-tiba mereka disambut dengan tembakan dan panah yang datang dari arah bukit. Tindakan tersebut dilakukan oleh warga Desa Masihulan dan menyebabkan dua warga Negeri Sawai mengalami luka tembak.
Kejadian ini memicu kemarahan besar warga Negeri Sawai yang kemudian bergerak menuju Desa Masihulan. Pihak keamanan sempat berusaha menghadang dan melerai konflik dengan memblokir jalan tanjakan menuju Desa Masihulan.
Warga Sawai akhirnya mundur perlahan ke pertigaan jalan menuju Negeri Sawai. Namun, tak lama kemudian, seorang anggota polisi yang berada di jalan tanjakan tersebut tertembak. Korban langsung ditolong dan dievakuasi oleh warga dan aparat keamanan lainnya.
Dengan tertembaknya anggota Polri, aparat keamanan meninggalkan lokasi kejadian. Hal ini membuat warga Negeri Sawai kembali bergerak menuju Desa Masihulan. Meskipun warga Masihulan sempat melakukan perlawanan untuk mempertahankan desanya, warga Sawai berhasil masuk ke wilayah tersebut. Karena banyaknya korban luka tembak dari pihak Sawai, amarah warga memuncak dan menyebabkan pembakaran rumah-rumah milik warga Masihulan.
Namun demikian, warga Sawai tidak membakar fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah, kantor desa, balai desa, maupun rumah ibadah seperti gereja. Beberapa rumah warga Masihulan lainnya turut terbakar dalam insiden tersebut.
Abdul Mikat Ipaenin adalah Ketua Aliansi Masyarakat Adat Negeri Sawai (AMAN)