• Latest
  • Trending
  • All
Atas Nama Siapa Kalian Bicara? Menyoal Representasi Mahasiswa NTT Yogyakarta Mendukung Energi Panas Bumi

Atas Nama Siapa Kalian Bicara? Menyoal Representasi Mahasiswa NTT Yogyakarta Mendukung Energi Panas Bumi

2 bulan ago
Antitesa yang Menginspirasi: Perempuan, Peran, dan Ambisi

Antitesa yang Menginspirasi: Perempuan, Peran, dan Ambisi

1 jam ago
Etika, Kuasa, dan Tanggung Jawab: Tanggapan untuk Ketua DPRD Kabupaten Alor

Etika, Kuasa, dan Tanggung Jawab: Tanggapan untuk Ketua DPRD Kabupaten Alor

2 hari ago
Kejaksaan: Mantan Kadis Kesehatan Kupang tersangka korupsi dana Kesehatan

Kejaksaan: Mantan Kadis Kesehatan Kupang tersangka korupsi dana Kesehatan

2 hari ago
Fenomena dikibarkan bendera One Piece Jelang HUT RI ke-80, Begini Tanggapan Istana

Fenomena dikibarkan bendera One Piece Jelang HUT RI ke-80, Begini Tanggapan Istana

3 hari ago
Revitalisasi Sekolah di NTT Dapat Dukungan Dana Rp615 Miliar dari Kemendikdasmen

Revitalisasi Sekolah di NTT Dapat Dukungan Dana Rp615 Miliar dari Kemendikdasmen

3 hari ago
Lembata di Tangan Kanis: Janji Politik yang Terkatung-katung di Birokrasi Patronase

Lembata di Tangan Kanis: Janji Politik yang Terkatung-katung di Birokrasi Patronase

1 minggu ago
Senyum Palsu Surga NTT: Pendidikan yang Bikin Nangis Anak-Anak

Senyum Palsu Surga NTT: Pendidikan yang Bikin Nangis Anak-Anak

1 minggu ago
Hijau Sejak Dini: Kelas Ekologi dari Koalisi Kopi Lembata

Hijau Sejak Dini: Kelas Ekologi dari Koalisi Kopi Lembata

1 minggu ago
NTT di Bawah Bayang- Bayang Perdagangan Manusia

NTT di Bawah Bayang- Bayang Perdagangan Manusia

2 minggu ago
Miskin Itu Dosa? Stigma yang Membunuh Mimpi Generasi Muda

Miskin Itu Dosa? Stigma yang Membunuh Mimpi Generasi Muda

2 minggu ago
Mahasiswa NTT di Semarang Perkuat Citra Toleransi dan Solidaritas Lewat Bakti Sosial

Mahasiswa NTT di Semarang Perkuat Citra Toleransi dan Solidaritas Lewat Bakti Sosial

2 minggu ago
Darah, Luka, dan Diam: Kisah Perempuan Rote yang Tak Bisa Dibungkam

Darah, Luka, dan Diam: Kisah Perempuan Rote yang Tak Bisa Dibungkam

2 minggu ago
Sabtu, Agustus 9, 2025
  • Kirim Tulisan
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
pandurakyat.id
  • MENU
    • Editorial
    • Pandu Aktual
      • Berita Daerah
      • Berita Nasional
    • Pandu Inspirasi
    • Pandu Literasi
      • Ulasan Buku
      • Karya Seni dan Budaya
      • Film dan Dokumenter
    • Pandu Sastra
      • Cerpen
      • Puisi
    • Pandu Opini
  • Login
No Result
View All Result
Advertisement
  • MENU
    • Editorial
    • Pandu Aktual
      • Berita Daerah
      • Berita Nasional
    • Pandu Inspirasi
    • Pandu Literasi
      • Ulasan Buku
      • Karya Seni dan Budaya
      • Film dan Dokumenter
    • Pandu Sastra
      • Cerpen
      • Puisi
    • Pandu Opini
No Result
View All Result
pandurakyat.id
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Pandu Opini

Atas Nama Siapa Kalian Bicara? Menyoal Representasi Mahasiswa NTT Yogyakarta Mendukung Energi Panas Bumi

by Tim Redaksi
06/17/2025
in Pandu Opini
0 0
0
Atas Nama Siapa Kalian Bicara? Menyoal Representasi Mahasiswa NTT Yogyakarta Mendukung Energi Panas Bumi
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Ilhamsyah Muhammad Nurdin

ad_300x250 Atas Nama Siapa Kalian Bicara? Menyoal Representasi Mahasiswa NTT Yogyakarta Mendukung Energi Panas Bumi

“Menjadi mahasiswa berarti berpihak. Tapi keberpihakan bukan pada suara yang paling lantang, melainkan pada kebenaran yang paling dalam.”

Related posts

Pertikaian-120x86 Atas Nama Siapa Kalian Bicara? Menyoal Representasi Mahasiswa NTT Yogyakarta Mendukung Energi Panas Bumi

Cerita Konflik Negeri Sawai dan Desa Masihulan di Kecamatan Seram Utara

4 bulan ago
9.3k
NTB-120x86 Atas Nama Siapa Kalian Bicara? Menyoal Representasi Mahasiswa NTT Yogyakarta Mendukung Energi Panas Bumi

Gerakan Bongkar Bandar: Antara Perlawanan terhadap Narkoba dan Kontroversi di NTB

5 bulan ago
201

Baru-baru ini, Aliansi Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (NTT) di Yogyakarta menggelar seminar bertema energi terbarukan dan menyuarakan dukungan terhadap eksplorasi energi panas bumi (geotermal) di Pulau Flores. Dalam seruan yang mereka suarakan, muncul narasi semacam ini: “Sudah saatnya NTT menjadi tuan di negeri sendiri lewat energi bersih dan terbarukan.”

Sekilas, pernyataan ini terdengar heroik dan inspiratif. Ia seolah mewakili semangat kemandirian daerah, energi berkelanjutan, dan perlawanan terhadap ketertinggalan. Namun jika kita tarik lebih dalam ke dasar argumennya, ke lapisan realitas sosial-ekologisnya, kita mulai menemukan satu yang ganjil: seruan yang kencang, tapi basis argumen yang lemah.

Aliansi mahasiswa adalah elemen penting dalam demokrasi. Tetapi ketika mahasiswa mengusung wacana besar seperti energi panas bumi tanpa membekali diri dengan pengetahuan memadai, partisipasi kritis, atau keterlibatan komunitas terdampak, maka gerakan itu lebih mirip euforia ketimbang upaya advokasi. Lalu pertanyaannya: dari mana kalian bicara? Siapa yang kalian wakili? Dan pahamkah kalian betul apa yang sedang kalian dukung?

Kita tidak sedang berbicara tentang teori energi dalam buku-buku akademik. Kita sedang bicara tentang konflik ekologis, penggusuran tanah adat, disorientasi sosial, dan benturan antara pembangunan dan keberlanjutan hidup masyarakat lokal. Semangat menjadi “tuan di negeri sendiri” bisa menjadi bumerang jika ternyata proyek geotermal justru menjadi alat kekuasaan baru yang mengeksploitasi masyarakat dengan kemasan ‘energi bersih’.

Mahasiswa yang berdiri di podium seminar di ruang sejuk Yogyakarta perlu merenung sejenak:
Apakah kalian sudah menyimak suara masyarakat adat di Ulumbu, Mataloko, atau Wae Sano yang selama bertahun-tahun menghadapi konflik akibat proyek geotermal yang katanya “ramah lingkungan”?


Apakah kalian tahu bagaimana panas bumi diambil melalui proses pengeboran yang menembus kantong-kantong uap panas yang tersimpan di bawah tanah, yang berdampak pada struktur geologi, keberadaan mata air, bahkan ekosistem pertanian warga?
Sudahkah kalian tahu siapa pemilik konsesi tambang itu? Siapa yang menikmati hasilnya? Dan siapa yang berpotensi kehilangan tanah, air, bahkan ruang hidupnya?

Mari kita ingat: tidak semua yang berslogan “energi hijau” benar-benar bersih dari konflik dan ketimpangan. Greenwashing menjadi praktik umum dalam proyek-proyek energi terbarukan yang dikuasai oleh korporasi besar dan mengabaikan hak dasar masyarakat lokal. Bahkan proyek energi panas bumi kerap masuk tanpa proses persetujuan bebas, didahului, dan diinformasikan secara penuh (free, prior and informed consent -FPIC) dari masyarakat adat, sebuah prinsip internasional yang wajib dipenuhi.

Kita bisa belajar dari berbagai dokumentasi seperti film dokumenter “Hidup Bersama Panas Bumi” yang tayang di kanal YouTube Indonesia Baru. Di sana terekam dengan baik bagaimana wajah geotermal tak semata-mata ramah dan menjanjikan, tapi juga mengundang keresahan sosial yang panjang. Jika mahasiswa tak sempat membaca puluhan jurnal akademik soal ini, menonton film itu pun cukup sebagai pengantar rasa tanggung jawab sosial.

Yang lebih memprihatinkan, adalah kecenderungan sebagian mahasiswa membungkus semangat sektarian “kami anak daerah yang paling tahu” lalu menjadikannya tameng untuk menolak kritik. Padahal, kedaulatan energi bukan soal asal usul, melainkan soal keberpihakan pada warga yang akan terdampak langsung. Jika mahasiswa NTT mengklaim membawa aspirasi daerah, maka mereka semestinya terlebih dahulu mendengarkan Flores, bukan hanya bicara atas nama Flores.

Jangan sampai semangat yang katanya memperjuangkan hak rakyat justru berubah menjadi penyambung lidah kepentingan korporasi dengan baju aktivisme. Jika kita tidak hati-hati, mahasiswa bisa menjadi pion dalam narasi pembangunan yang eksploitatif, dengan klaim idealisme yang tidak lagi berpijak pada kenyataan.

Kita butuh energi bersih, ya. Tapi energi bersih tak boleh dibayar dengan relokasi paksa, kerusakan budaya, atau rusaknya sistem kehidupan tradisional masyarakat Flores. Karena jika itu yang terjadi, maka kita tidak sedang menjadi “tuan di negeri sendiri”, kita sedang menjadi tamu tak diundang yang menyerahkan rumah sendiri kepada tangan lain, tanpa tahu isi kontraknya.

Gerakan mahasiswa mestinya dimulai dari pembacaan konteks yang kritis, keberanian mendengar suara akar rumput, dan refleksi intelektual yang mendalam. Jangan sampai seminar, spanduk, dan pernyataan publik hanya menjadi kosmetik moral tanpa dasar pengetahuan dan etika perjuangan.

Tags: geotermalmahasiswa jogjantt
Tim Redaksi

Tim Redaksi

Baca juga

Kejaksaan: Mantan Kadis Kesehatan Kupang tersangka korupsi dana Kesehatan
Berita Nasional

Kejaksaan: Mantan Kadis Kesehatan Kupang tersangka korupsi dana Kesehatan

08/07/2025
6
Revitalisasi Sekolah di NTT Dapat Dukungan Dana Rp615 Miliar dari Kemendikdasmen
Berita Daerah

Revitalisasi Sekolah di NTT Dapat Dukungan Dana Rp615 Miliar dari Kemendikdasmen

08/06/2025
27
Load More
  • Cerita Konflik Negeri Sawai dan Desa Masihulan di Kecamatan Seram Utara

    Cerita Konflik Negeri Sawai dan Desa Masihulan di Kecamatan Seram Utara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kepala Desa Leubatang Desak Penindakan Tegas Terhadap Pelaku Penikaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dugaan Penyelewengan Dana Desa Panama, FP2L Desak Pemeriksaan Transparan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Miskin Itu Dosa? Stigma yang Membunuh Mimpi Generasi Muda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pelajar dan Mahasiswa Leubatang di Yogyakarta Gelar Open Donasi untuk Pembangunan MA Nurul Hadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

BERKARYA BERSAMA KAMI

  • Kirim Tulisan
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

KATEGORI

TANDAI

#AlorUntukSemua #EtikaKepemimpinan #JagaRuangPublik bakti sosial berita lembata CES 2017 daerah Election Results eSports Fashion Week Game of Thrones geotermal Golden Globes Hut RI Imles Inspirasi Istana kategori oscars kemendikdasmen kepala daerah Korupsi krisis pendidikan laka lena lembata semarang mahasiswa jogja Market Stories mark manson Mark Zuckerberg masa depan anak MotoGP 2017 Nintendo Switch ntt One Piece pandu literasi Playstation 4 Pro polda politik Prabowo rekomendasi flim indonesia Sillicon Valley toleransi Trump Inauguration United Stated White House Women from Rote Island

Copyright: Pandurakyat (2024)

No Result
View All Result
  • Pandu Opini
  • Editorial
  • Pandu Aktual
    • Berita Daerah
    • Berita Nasional
  • Pandu Literasi
    • Karya Seni dan Budaya
    • Film dan Dokumenter
    • Ulasan Buku
  • Pandu Inspirasi
  • Pandu Teknologi
  • Pandu Sastra
    • Cerpen
    • Puisi

Copyright: Pandurakyat (2024)

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.