Pandurakyat – Sekitar tujuh yg tahun lalu, ada seorang bapak-bapak biasa bernama Mark Manson yang menulis buku dengan judul yg cukup nyentrik: Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Terjemahan dari The Subtle Art of Not Giving a Fck*#.
Dan baru saya baca di dua tahun lalu. Awalnya sih, Be aja, mikirnya kayak buku self-improvement biasa yang penuh kata-kata manis dan motivasi klise.
Eh pas dibaca kalimat pembukaanya dalem banget, kalimat itu bunyinya gini:
Kunci untuk kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal; tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja, hanya peduli tentang apa yang benar dan mendesak dan penting.”
Jadi, dia gak ngajak kita buat jadi stelan cuek asal-asalan (Setecu-stecu g*blok) gitu, tapi ngajak kita buat lebih selektif dalam peduli. Karena energi kita terbatas, dan hidup ini penuh banget sama hal-hal receh yang bisa nyita perhatian kalau kita gak hati-hati milih mana yang layak dipedulikan.
Salah satu bagian yang paling nempel di kepala sampai hari ini di mana Mark Manson bilang, “kebahagiaan itu masalah.” Pas pertama kali baca, langsung mikir, “Hah? Masa iya? Siapa yang gak mau bahagia?” Tapi makin ditelusuri, makin paham maksudnya.
Ternyata, selama ini kita sering banget ngejar kebahagiaan kayak gitu sebagai tujuan utama hidup, sampai lupa kalau kebahagiaan itu sebenernya gak pernah bener-bener ‘beres’. Justru, dengan terus ngejar itu, kita malah sering merasa kurang, kayak ada yang kurang pas terus, gak pernah cukup.
Atau misalnya kita susah payah ngejar sesuatu, tapi pas udah dapet, eh, kok rasanya biasa aja, bahkan kadang malah ngerasa ada yang kurang. Kayak ada lubang yang gak ketutup.
Mungkin kebahagiaan itu bukan soal dapet semua yang kita mau, tapi gimana kita nerima dan ngelola masalah yang datang bareng hidup ini.
Si bapak-bapak dari Amrik ini bilang, kebahagiaan itu sebenernya soal gimana kita milih masalah yang mau kita hadapi. Karena hidup gak akan pernah bebas masalah, cuma masalahnya yang berubah bentuk atau naik level aja.
Bayangin aja, pas kamu lagi happy-happy, tiba-tiba ada masalah baru yang muncul. Mungkin dulu kamu pusing mikirin tugas kuliah, sekarang pusing mikirin kerjaan atau mungkin hubungan (adegan ini hanya untuk ahli). Masalahnya gak hilang, cuma pindah ke level yang lain.
Jadi, bukannya kita harus ngilangin masalah, tapi kita harus pinter-pinter milih mana yang layak kita hadapi dan mana yang bisa kita lepas. Kadang, kebahagiaan itu justru datang dari gimana kita bisa berdamai sama masalah dan nerima hidup yang gak selalu mulus.
Kayak lagi nongkrong santai sama temen, ngobrol ngalor-ngidul, dan ngerasa nyaman meskipun gak semua hal berjalan sesuai rencana.
Dari sini, saya mulai ngerti kalau kebahagiaan itu bukan tujuan akhir yang harus dikejar mati-matian, tapi proses yang kita jalani sambil milih masalah yang memang pantas buat kita hadapi.
Ini kayak main game, kamu gak bisa ngalahin semua musuh sekaligus, tapi harus pinter-pinter milih lawan yang harus dihadapi dulu supaya gak kehabisan energi.
Tetapi oh tetapi, untuk sampai ke tahap Bodo Amat virsi bapak-bapak ini, kamu setidaknya udah selesai dengan pertanyaan, “Is it true? Is it kind? Is it necessary?” Apakah ini benar? Apakah ini baik? Apakah ini perlu?
Ini penting kawan, yg membantu menjaga kewarasan kita. Toh, tidak semua hal harus direspons. Tidak semua hal harus diposting. Tidak semua hal harus diumbar. Benar, baik, dan perlu menjadi tiga saringan sederhana yang mengubah cara kita berbicara dan cara kita merespon yang lain. Begitu!
Penulis: Nasruddin Leu Ata