Pandurakyat.id – Acara yang menampilkan kolaborasi seni tari dari seluruh provinsi ini mengangkat semangat persatuan budaya Indonesia lewat gerakan, musik, dan kostum tradisional yang memukau.
Festival Indonesian Street Performance “Nusantara Menari” resmi digelar di Titik Nol, di bawah naungan Pemkot Yogyakarta, Kamis (6/8/2025).
Salah satu sorotan Tim Pandu dalam festival kali ini adalah kehadiran Kristina Safira Itung, mahasiswa asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjadi perwakilan provinsi tersebut.
“Pengalaman ini sangat luar biasa,” ujar Kristina kepada tim Pandu saat dimintai keterangan, Minggu, (10/8/2025) di Yogyakarta.
Kristina Safira Itung adalah mahasiswa asal NTT yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta (STIPRAM).
Menurutnya, kesempatan menjadi perwakilan NTT tidak datang begitu saja. Melalui Pergaulan dengan teman-teman mahasiswa daerah lain di Ikatan Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia Yogyakarta (IKPMDI-YK) yang kemudian mengajaknya untuk menjadi perwakilan mahasiswa provinsi NTT setelah sebelumnya ia pernah tampil di festival-festival budaya di Jogja.
“Ada teman juga senior saya di IKPMDI yang meminta saya untuk mewakili NTT, karena sebelumnya saya sudah mewakili NTT di kegiatan/festival budaya yang diselenggarakan di Jogja,” katanya.
Menyulam Gerakan Nusantara
Kristina mengakui bahwa kolaborasi dengan tim provinsi lain sempat menimbulkan kebingungan, terutama saat mempelajari gerakan khas provinsi lain. Namun, seiring berjalannya waktu, semua terasa lebih mudah.
“Awalnya pengenalan tarian agak sulit. Dari kolaborasi ini, saya mendapatkan banyak pengetahuan tentang tarian yang ada di tiap provinsi di Indonesia. Selain tarian, saya juga dapat melihat dan mengetahui pakaian adat masing‑masing provinsi.”
Bahwa tarian yang dipertunjukkan merupakan gabungan gerakan dan musik dari berbagai daerah, melambangkan semangat Nusantara yang inklusif.
Sementara itu dalam proses persiapan Kristina menjelaskan, bahwa tim “Nusantara Menari” menjalani tujuh sesi latihan yang dipandu oleh para pelatih dari Anterdance. Pola latihan menurutnya meski padat namun terstruktur.
“Kami dilatih oleh kakak‑kakak dari Anterdance sebanyak 7 kali. Kami diberi waktu 2 minggu untuk latihan. Jadwalnya selang‑seling, satu hari latihan, hari berikutnya istirahat, lalu kembali latihan,” jelas Kristina.
Perihal Kostum: Songke Manggarai & Kebaya Merah
Sebagai perwakilan NTT, Kristina mengenakan pakaian adat Manggarai bernama Songke dipadukan dengan kebaya merah, hiasan kepala balibelo, serta selendang khas Manggarai. Proses pencarian kostum tidak mudah karena ia berasal dari Lembata, bukan Manggarai.


“Agak susah sebenarnya dalam mencari pakaian ini karena saya sendiri dari Lembata. Namun setelah tanya ke teman, senior, dan kenalan, akhirnya direkomendasikan untuk meminjam ke teman mereka. H‑3 tampil saya baru mendapatkan balibelo dan baju, untuk sarung songke dan selendang saya dapatkan di H‑2,” imbuhnya.
Dia lantas berkata, “Semoga melalui festival ini, semakin banyak orang yang mengenal keunikan tarian dan pakaian adat NTT, serta terinspirasi untuk melestarikannya.”
Kristina menegaskan pentingnya pelestarian budaya di era modern. Ia mengajak semua teman‑temannya, baik yang sudah memiliki kemampuan menari maupun yang ingin belajar, untuk bersama‑sama mengangkat seni tari NTT tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga menembus panggung internasional.
“Harapan saya, setelah festival ini, seni tari NTT makin dikenal oleh banyak orang. Untuk teman‑teman yang memiliki kemampuan menari dan juga untuk yang mau belajar, mari kita sama‑sama belajar untuk membuat seni tari NTT lebih dikenal tidak hanya di tingkat nasional tetapi di tingkat internasional,” pungkasnya.
Festival “Nusantara Menari” menjadi jembatan budaya yang menghubungkan generasi muda dengan warisan leluhur, sekaligus menyemai rasa kebanggaan terhadap identitas daerah masing‑masing. Dengan semangat persatuan yang ditunjukkan oleh Kristina dan timnya, harapan akan pengenalan seni tari NTT ke panggung dunia tampak lebih realistis.