
Semarak peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025 kembali menggema megah di jantung Kota Pelajar. Jalan Malioboro dipenuhi lautan manusia yang antusias menyaksikan Parade Seni dan Budaya Nusantara, sebuah ajang tahunan yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Yogyakarta bersama Forum Pembauran Kebangsaan (FPK). Dalam balutan tema persatuan dalam keberagaman, acara ini menghadirkan 12 seni pertunjukan dari 38 provinsi se-Indonesia, dan satu yang mencuri perhatian adalah Komunitas Mahasiswa Kedang Yogyakarta (KUAMAKEYO).
Mewakili Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk kedua kalinya, KUAMAKEYO hadir membawakan Tari Hedung Huriq, sebuah tarian tradisional yang sarat makna dan energi. Dengan busana adat khas Kedang yang memancarkan keanggunan sekaligus kekuatan, para penari menampilkan formasi dan gerak ritmis yang menghentak, seakan menghidupkan kembali semangat para leluhur.
Sorak penonton menggema sepanjang Titik 0 KM hingga Monumen Serangan Umum 1 Maret. Tari Hedung bukan hanya memukau secara visual, tetapi menggugah secara emosional: membentangkan kisah tentang perjuangan, solidaritas, dan warisan budaya masyarakat Kedang, Lembata, di panggung nasional.
Ketua Umum KUAMAKEYO, Mursalin Abd Syukur, menyampaikan rasa syukur mendalam atas kesempatan yang kembali diberikan kepada komunitasnya untuk tampil.
““Ini bukan sekadar penampilan di panggung. Bagi kami, setiap hentakan kaki dan gerak tubuh dalam Tari Hedung Huriq adalah doa dan seruan dari tanah Kedang. Kami hadir membawa suara kampung, semangat leluhur, dan cinta akan budaya yang tak akan kami biarkan tenggelam. Terima kasih atas kepercayaan yang kembali diberikan. KUAMAKEYO akan terus berdiri, menari, dan menyuarakan Kedang di setiap ruang Indonesia. Selama langit masih biru di atas Ile Lewotolok, semangat kami tak akan padam.” ungkap Mursalin.
Tampak pula di atas panggung sebagai tamu undangan, sosok yang tak asing bagi KUAMAKEYO Nurham Al Afghani, tokoh sesepuh yang selama ini setia mendampingi dan membimbing komunitas. Kehadiran beliau menjadi simbol kesinambungan antara generasi tua dan muda dalam menjaga nilai-nilai budaya agar tetap hidup dan dikenang lintas zaman.
Parade ini sendiri menjadi bagian dari perayaan tahunan yang sudah memasuki tahun keempat. Kepala Bidang Kesbangpol Kota Yogyakarta, Bayu Laksmono, menyatakan bahwa kegiatan ini adalah bentuk konkret pelestarian nilai-nilai Pancasila dalam bingkai budaya.
“Yogyakarta sebagai kota pendidikan, budaya, dan pariwisata menjadi tempat bertemunya anak bangsa dari seluruh penjuru. Maka parade ini bukan sekadar tontonan, tapi juga pernyataan: bahwa keberagaman bukan ancaman, melainkan kekayaan yang perlu dirawat bersama,” tegasnya.
Dari Bali hingga Papua, dari Aceh hingga Maluku, panggung Parade Budaya Nusantara 2025 telah membuktikan bahwa seni mampu menjembatani perbedaan. Dan KUAMAKEYO, dengan langkah tegap dan semangat membara, kembali menegaskan bahwa meski berasal dari pulau kecil di timur Indonesia, mereka hadir dengan warisan budaya yang besar.
Sebagai perwakilan NTT, KUAMAKEYO tidak hanya membawa tarian, mereka membawa misi, semangat, dan kebanggaan.